Produksi Chip AI Semakin Membebani Iklim dan Picu Lonjakan Emisi

Perlombaan global dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) tengah memicu lonjakan emisi karbon secara drastis. Greenpeace dalam analisis terbarunya mengungkapkan, emisi dari produksi chip semikonduktor untuk kebutuhan AI melonjak lebih dari empat kali lipat sepanjang 2024.

Laporan yang dikutip dari Bloomberg itu menyoroti ketergantungan raksasa teknologi seperti Nvidia Corp dan Microsoft Corp pada produsen chip ternama, seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC), SK Hynix Inc., Samsung Electronics Co., dan Micron Technology Inc. untuk memasok unit pemrosesan grafis (GPU) dan memori. Namun, mayoritas pabrik mereka berlokasi di Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang — negara-negara yang sistem kelistrikannya masih didominasi bahan bakar fosil.

Greenpeace memperingatkan, geliat AI yang kian masif justru bisa menjadi ancaman serius terhadap komitmen dekarbonisasi yang digaungkan sejumlah perusahaan teknologi besar dunia. Temuan ini juga mematahkan klaim sejumlah investor, termasuk Bill Gates, yang meyakini bahwa AI akan mempercepat transisi menuju energi bersih. Nyatanya, dalam jangka pendek, teknologi ini justru memperbesar jejak karbon.

Perwakilan TSMC mengatakan perusahaan tetap berkomitmen pada produksi rendah karbon, bahkan menyebut emisi per unit chip buatan mereka turun pada 2024. Namun, pernyataan itu belum dapat diverifikasi secara independen. Sementara itu, Nvidia dan Microsoft menolak memberikan komentar. Pihak Samsung menyatakan belum bisa merespons, sedangkan SK Hynix dan Micron tidak segera menanggapi permintaan klarifikasi.

Dalam laporan keberlanjutannya, Nvidia menyebut pihaknya berupaya mendorong para mitra dalam rantai pasokan untuk menetapkan target pengurangan emisi berbasis sains (science-based targets). Namun, tantangan utamanya adalah pasokan listrik—dan di Asia Timur, listrik masih identik dengan energi kotor.

Alih-alih beralih ke energi terbarukan, sejumlah negara justru memperluas infrastruktur berbasis bahan bakar fosil. Korea Selatan, misalnya, berencana menambah empat gigawatt kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar gas alam cair (LNG) di dekat fasilitas produksi chip. Di Taiwan, rencana pembangunan terminal LNG baru juga mengemuka, dengan alasan kebutuhan listrik stabil bagi industri semikonduktor.

Greenpeace mencatat emisi dari produksi chip AI global meningkat 357% sepanjang 2024, melampaui kenaikan konsumsi listrik sebesar 351%. Peningkatan signifikan di Jepang disebut sebagai salah satu penyumbang utama lonjakan emisi per unit chip. Saat ini, lebih dari 83% listrik di Taiwan masih berasal dari bahan bakar fosil. Di Jepang dan Korea Selatan, angkanya masing-masing 68,6% dan 58,5%. Situasi ini mengisyaratkan bahwa di balik gemerlap kemajuan AI, ada ancaman serius bagi masa depan iklim global.***

Sumber: Bisnis.com
2025-04-11
x

Check Also

Samsung Rilis Pembaruan untuk Galaxy Tab A9+, Perbaiki Masalah Refresh Rate

Samsung telah merilis pembaruan perangkat lunak terbaru untuk Galaxy Tab A9+, yang mengatasi masalah refresh rate serta lag dan stuttering yang dialami pengguna. ...

Exit mobile version