BUKITTINGGIPOS.COM (BPC), JAKARTA – Sidang perkara kerumunan dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) digelar daring pada Jumat (19/3). HRS dan pengacara merasa terpaksa mengikuti sidang virtual tersebut. Ada silang pendapat dan cukup panas dalam sidang HRS tersebut. Seperti adanya keinginan jaksa agar sidang tetap berlanjut untuk membacakan dakwaan terhadap HRS dan ketidakinginan HRS untuk bersidang karna tak menyetujui sidang online.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H., mengatakan, “Untuk check and balances, untuk menengahi serta menjamin berjalannya sidang berkeadilan seharusnya Komisi Yudisial awasi sidang Habib Rizieq Shihab,” ujarnya.
Karna menurut alumni Universitas Indonesia ini, Komisi Yudisial adalah Lembaga Negara yang diorientasikan untuk membangun sistem checks and balances dalam sistem kekuasaan kehakiman. Ini sesuai Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, salah satu tugas yang melekat pada lembaga ini adalah pengawasan hakim.
Riyan pun berharap dengan adanya pelaksanaan tugas Komisi Yudisial dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim dapat dijalankan dengan baik pada sidang Habib Rizieq Shihab.
“Dengan adanya pengawasan Komisi Yudisial secara tidak langsung pasti akan berpengaruh peradilan yang terpercaya (respectable judiciary) dan kepercayaan publik terhadap sidang Habib Rizieq Shihab akan meningkat,” tegasnya.
Berdasarkan kajian hukum PPKHI Kota Bukittinggi menurut sejarahnya Komisi Yudisial dibentuk sebagai lembaga penyeimbang di sistem kekuasaan kehakiman Indonesia. Ketika era reformasi bergulir, salah satu agenda perubahan yang dilakukan adalah reformasi di dunia peradilan yang berwenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Pengawasan Komisi Yudisial telah diatur secara konstitusional dan jelas tugasnya menjaga harkat dan martabat perilaku hakim. Bentuk pengawasan refresif (penindakan) dan perventif (pencegahan) termasuk dalam kewenangan Komisi Yudisial untuk memaksimalkan pengawasannya dan Komisi Yudisial hanya bersifat eksternal artinya hanya perilaku hakim yang diawasi dan bukan pada teknis yudisial yang merupakan kewenangan Mahkamah Agung. Keberadaan Komisi Yudisial sangat berpengaruh pada kualitas kinerja Hakim karena tentunya hakim lebih profesional dan berhati-hati dalam menjalankan tugasnya.(Linda)