State of Customer Engagement Report ini mengungkap celah lebar dalam pengalaman pelanggan mengungkapkan sebanyak 84 persen bisnis mengaku telah menyediakan layanan pelanggan yang ‘baik’ atau bahkan ‘sempurna’, tapi hanya 54% konsumen setuju. Dalam laporannya, Twilio menemukan bahwa AI membantu bisnis untuk mengatasi kesenjangan ini dan meningkatkan interaksi pelanggan mereka. Sebagai contoh, 7 dari 10 perusahaan telah memanfaatkan AI untuk mempersonalisasi konten dan pemasaran.
Hasilnya, brand yang berpikiran maju ini menyadari ada sejumlah manfaat yang mereka dapatkan, seperti skor kepuasan pelanggan yang lebih tinggi (45% perusahaan), pengambilan keputusan yang lebih baik berdasarkan data (41%), serta segmentasi dan penargetan pasar yang lebih baik (41%).
Bagi brand di Indonesia, penggunaan AI sangat bermanfaat terutama dalam aspek skor kepuasan pelanggan (54% brand mengaku mampu meningkatkan skor kepuasan pelanggan), segmentasi dan penargetan pasar yang lebih efektif (54%), waktu respons yang lebih baik (51%), dan lebih banyak peluang penjualan cross-selling dan upselling (46%). Secara global, brand di Indonesia – seperti halnya di Brasil, Prancis, dan India – juga mengaku mengalami peningkatan pendapatan yang paling signifikan berkat adopsi AI.
Meskipun semakin banyak bisnis yang menerapkan AI dalam operasionalnya, sebagian besar dari mereka ternyata masih kesulitan untuk melakukan aktivasi atau memanfaatkan data pelanggan menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti. Hanya 16% brand yang dengan yakin menyatakan bahwa mereka memiliki data yang mereka butuhkan untuk memahami pelanggan mereka, dan hanya 19% brand yakin bahwa mereka memiliki profil pelanggan yang komprehensif.
Personalisasi dengan AI
Upaya perusahaan melakukan personalisasi dengan menerapkan AI ternyata diganjar dengan penghargaan oleh konsumen, misalnya dengan membelanjakan lebih banyak uang dan melakukan pembelian berulang. Data global menunjukkan rata-rata 55% konsumen cenderung membelanjakan lebih banyak uang untuk brand yang mempersonalisasi interaksi pelanggan, dibandingkan dengan brand yang tidak.
Hal ini terutama terlihat jelas di Hong Kong, Brasil, dan Indonesia, sebagaimana yang dinyatakan oleh 88%, 75%, dan 73% konsumen di negara-negara tersebut. Selain itu, 48% konsumen global mengatakan bahwa mereka telah melakukan pembelian berulang dari sebuah perusahaan, sementara 46% mengaku merekomendasikan brand kepada teman dan keluarga berdasarkan tingkat personalisasi yang mereka terima.
Konsumen mengharapkan pengalaman yang sangat personal dalam interaksi mereka dengan brand, dan cenderung tidak sabar ketika menghadapi sebaliknya: 64% dari konsumen global – termasuk 84% dari konsumen Indonesia yang disurvei – mengatakan mereka siap meninggalkan brand yang tidak melakukan personalisasi, sedangkan 31% mengatakan mereka terpaksa beralih sepenuhnya ke brand lain.
Perilaku ini terutama tampak pada generasi yang lebih muda. Hampir 7 dari 10 konsumen Generasi Z dan Milenial mengatakan mereka akan berhenti menggunakan brand jika tidak mendapatkan pengalaman terpersonalisasi pada saluran penjualan yang biasa mereka gunakan. Selain itu, lebih dari satu per tiga dari kelompok konsumen yang sama menegaskan mereka akan meninggalkan brand yang tidak bersedia berinteraksi dengan pelanggan secara langsung dan real time.
Laporan State of Customer Engagement Report Twilio disusun berdasarkan survei terhadap lebih dari 4.750 eksekutif perusahaan B2C di sektor-sektor utama dan survei serupa terhadap lebih dari 6.300 konsumen di 18 negara berbeda. Laporan ini mencakup juga data dari Customer Engagement Platform Twilio.***