Oleh : M. Nur Idris Sati Bagindo
“Carilah pemimpin yang banyak difitnah, sesungghnya mereka berjuang dijalan yang benar” (Imam Syafi’i).
Pujian dan cacian itu hal biasa, terutama bagi seorang pemimpin. Dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang. Terkadang hal baik dicaci, dan yang buruk justeru diapresiasi. Apalagi kalau sudah melibatkan survei yang tidak jelas. Yang baik dibuatnya buruk, dan yang buruk malah dipuji-puji. Suka-suka yang mensurvei ambil sampel responden antah berantah lalu menyajikan hasilnya.
Yang lebih tidak wajar adalah jika seorang pemimpin yang suka lapor ke polisi atas cacian yang diterimanya dan sedikit-sedikit lapor. Ini menunjukan pejabat ini belum matang dan dewasa sebagai pemimpin. Saat ini, banyak pemimpin daerah di Indonesia yang fenomenal dan paling dinamis serta sudah dewasa menerima kritikan salah satunya yakni Ramlan Nurmatias Walikota Bukittinggi.
Sejak walikota Bukittinggi non aktif ini menyatakan diri akan maju Pemilihan Walikota Bukittinggi 2020-2025. Tidak saja banjir pujian yang diterima, tapi juga tidak pernah sepi dari fitnah. Kalau kritik yang disampaikan adalah wajar, karena pemimpin tanpa kritik tidak berjalan baik. Namun yang disampaikan tidak lagi kritik tapi sudah jatuh pada fitnah. Beda kritik, beda fitnah.
Kritik itu sesuatu yang berhubungan erat dalam demokrasi. Tidak ada kritik, tidak ada demokrasi. Kalau kritik pasti akan berbasis pada data dan fakta. Kalimatnya terukur dan tidak terkesan mencari-cari kesalahan serta bahasanya sopan. Sementara fitnah itu sebaliknya. Kerjanya memanipulasi data dan bertentangan dengan fakta, bahasanya sering menggunakan bahasa jalanan.
Meski fitnah adalah tindakan yang tak bermoral, dan bukan bagian budaya bangsa Indonesia apalagi orang minang tapi kehadiranya tetap ada. Seorang pemimpin dituntut untuk mampu menghadapi dengan dewasa, tidak perlu sedikit-sedikit melapor polisi.
Prinsipnya apa yang dilakukan pemimpin tak semua orang suka, yang tidak suka akan memilih diam. Tapi ada juga yang agresif menyerang, bahkan fitnah menjadi menu hariannya. Kelompok inilah yang disebut sebagai “haters” atau kelompok pembenci.
Kelompok haters terhadap Ramlan itu ada dua jenis; pertama, orang yang merasa pribadinya dirugikan oleh kebijakan Ramlan atau kepentingan pribadinya tidak dipenuhi oleh Ramlan. Kedua, orang yang tidak mau mengikuti aturan atau orang yang pribadinya merasa dirugikan oleh aturan yang dijalankan oleh Ramlan. Haters kepada Ramlan itu sebenarnya jumlahnya tidak banyak paling 20-30 orang. Hanya karena haters ini agresif dan dikelola secara “premium”, maka cukup berhasil membuat gaduh di mendsos.
Walaupun begitu, atraksi mereka nampak kurang efektif. Tidak besar pengaruhnya, meski kerja buzzernya masif. Kenapa?. Karena yang disampaikan suka menggunakan data palsu dan bertentangan dengan fakta serta mudah sekali dipatahkan. Sekali fakta dibuka atau dibantah, kelar semua data yang disampaikan. Selama ini, itulah yang terjadi secara terus-menerus dan berulang-ulang, itu-itu saja polanya seperti kehabisan bahan. Apalagi dinarasikan dengan bahasa yang tidak simpatik. Dan juga, yang menposting dan yang melike, komentar dan share itu ke itu saja orangnya. Tidak ada yang menyentuh psikologi masyarakat.
Sungguhpun, fitnah yang ditujukan pada Ramlan lewat medsos dan pembicaraan lapau. Tak pernah terdengar satupun Ramlan yang melaporkan pembuat isu dan fitnah ini kepada pihak berwajib. Inilah yang hebatnya dari seorang Ramlan, baginya jadi pemimpin harus menghadapi dengan dewasa. Karena ia tahu, bahwa jadi pemimpin banyak cobaan dan ujian, namun dukungan warga terus mengalir pada sosok alumni Fakultas Hukum Muhammadiyah Sumbar di Bukittinggi ini.
Contoh fitnah yang pertama muncul adalah masalah ada gambar sketsa mirip mata dajjal di pendistrian jam gadang sekitar bulan Oktober 2018 ada seminggu beredar isu dajjal ini. Namun setelah adanya pertemuan DPRD dengan Pemko menjelaskan semuanya, kelar isu mata mirip dajjal itu. Beberapa hari berikutnya, diulang lagi dengan isu taman jam gadang gersang tanpa adanya pepohonan. Setelah dijelas oleh Walikota bagaimana disein pendestrian Jam Gadang, isu ini baru diam saja bagai dihembus angin.
Para haters tanpa sadar, bahwa sesungguhnya mereka telah berhadapan dengan persepsi masyarakat. Bagi masyarakat dan pengunjung renovasi pendestrian adalah sesuatu hal yang menjadi objek baru untuk berwisata. Yang menariknya para haters-hatersini banyak berphoto di pendestrian Jam Gadang. Dihujat dan difitnah, yang hebatnya Ramlan tetap cool.
Pada Oktober 2018 juga berembus isu dan fitnah atas pelaksanaan pembangunan RSUD. Isu dan fitnah mulai dari keterlibatan kolega pejabat tinggi sampai penunjukan pelaksanaan perusahan, masalah lahan tanah yang belum terselesaikan yang berujung kepada sengketa di PTUN dan terakhir adanya pemutusan kontrak kerja.
Menyoalkan teknis pembanguan RSUD oleh haters, justeru tidak menarik bagi masyarakat. Meski menempuh langkah tidak popular dengan mebuat kebijakan membuka lowongan pekerjaan di RSUD Bukittinggi dengan syarat harus ber-KTP Bukittinggi membuat Ramlan dibully dan dianggap cari panggung.
Ramlan nampaknya dak pedulikan itu, baginya tugas pemimpin itu mengurus masyarakatnya dahulu, nanti ada masanya membuka kesempatan bagi orang lain untuk bekerja diberbagai sektor di Bukittinggi. Blessing buat Ramlan, karena bully dan kontra fakta justeru berbalik dan malah menghadirkan banyak apresiasi publik kepadanya. Sekali lagi Ramlan lolos dengan baik dari isu dan fitnah, buktinya sampai saat ini, tak pernah ia atau anak buahnya terseret kasus pidana atau korupsi dalam pembangunan RSUD. Kalau soal dilaporkan itu boleh saja, namun buktinya semua laporan itu tidak ada yang berujung pidana.
Tahun 2019 mencuat masalah rumah dinas Walikota Bukittinggi di belakang balok. Permasalahan dianggap terlalu mewah dan pengalokasian dananya dianggap tak jelas dan belum dibayar sisa jual beli tanahnya kepada kaum Guci. Ramlan turun langsung menjelaskan penganggaran yang sudah disetujuai DPRD. Ramlan tegas menyatakan pembanguna rumah dinas bukan rumah pribadinya, akan banyak fungsi dan kegunaan kalau sudah selesai. Salah satu bisa dipakai untuk menerima tamu penting atau pertemuan dengan masyarakat.
Terhadap sisa jual beli tanah rumah dinas yang belum dibayar Pemko kepada kaum suku Guci. Ramlan tegas akan siap membayar berapa pun anggarannya asalkan dibolehkan secara hukum. Uang ini milik negara kalau negara yang memerintahkan bayar saya akan bayar berapa pun nilainya. Kelar masalah rumah dinas.
Pada 30 Oktober 2017, terjadi kebakaran Pasa Ateh Bukittinggi. Berkembang isu bahwa pasa ateh dibakar bukan terbakar. Masya Allah isu dan fitnah yang menghancurkan nama pemimpin daerah kala itu. Namun untunglah keluar hasil penyelidikan polisi bahwa kebakaran pasa ateh disebabkan hubungan arus pendek. Namun dalam kampanye salah satu paslon ini dijadikan sebagai isu dan fitnah bahwa kebakaran pasa ateh oleh Walikota Ramlan. Naudzubillah Min Dzalik semoga yang menfitnah diampuni oleh Allah SWT.
Tahun 2019 diributkan dengan lahirnya Perwako 40 Tahun 2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan dan Perwako 41 tentang Peninjuan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar. Bermacam isu dan fitnah dikembangkan mulai trif naik 600 persen, sampai tidak akan memilih Ramlan maju sebagai calon Walikota. Lahirnya Perwako 40 dan 41 setelah adanya rekomendasi BPK, bukan hanya kehendak dari Walikota. Namun pedagang tidak menerima sampai mengajukan gugatan ke PTUN. Alhamdulilah gugatan pedagang dibatalkan oleh pengadilan.
Tidak lewat secara hukum ditempuh jalur politik, dijadikan ini sebagai isu kampanye. Bagi Walikota Ramlan, soal kebijakan Perwako 40 dan 41 sudah ada pengkajian dan disetujui oleh Pemerintah Pusat sesuai hasil pemeriksaan BPK. Inilah sebenarnya orang marah karena Ramlan menjalankan aturan hukum. Yang mereka inginkan Ramlan berani melanggar aturan, agar Ramlan terjerat hukum dan tidak bisa maju Pilkada. Namun semuanya berjalan lancar, yang pada akhirnya banyak pedagang yang menerima hadirnya Perwako 40 dan 41. Sebagian yang tidak setuju inilah yang dikompori oleh salah seorang paslon dalam pilkada 2020.
Pasca masuknya pandemic Covid-19 di Bukittinggi, Ramlan satu-satunya kepala daerah yang cepat tanggap. Dia liburkan sekolah dan ASN yang hamil dirumahkan. Dia semprot disinspektan diseluruh pelosok bersama Forkompinda. Dia gandeng PMI Bukittinggi untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Dibuatnya kebijakan tanggap menyediakan bahan bantuan sembako bagi warga miskin Bukittinggi serta warga yang terdampak covid-19. Kebijakan ini di isukan heters sebagai simpati mencari muka untuk kampanye pilkada. Di fitnah memakai dana APBD tanpa dasar hukum anggaran yang tidak tepat.
Bagi warga yang simpati kepada Ramlan, langkah penanganan Covid-19, dianggap menunjukan kelasnya sebagai seorang pemimpin sesungguhnya. Sistemik, terukur dan komprehensif. Kebijakannya membumi dan bisa dipahami warga Bukittinggi. Ramlan seolah menjadi energi baru ditengah frustasi dan kekecewaan terhadap kebijakan yang ragu-ragu diperlihatkan negara menghadapi dampak Covid-19.
Selanjutnya muncul isu dan fitnah Pembangunan Pasar Ateh pasca kebakaran tahun 2017, diisukan tanah pasa ateh di klaim sebagai milik ninik mamak 40 nagari di Agam. Anak buahnya dilaporkan ke Polda, namun setelah diperiksa tidak ada masalah hukum yang dilanggar semuanya hening. Lalu kebijakan Sekda Yuen Karnova dianggap salah mensertifikatkan pasa ateh tanpa izin ninik mamak 40 nagari di Agam. Para orang yang mengatasnakan 40 nagari Agam Tuo menggugat BPN Bukittinggi ke PTUN Padang. Namun gugatan itu kini mental sudah. Gugatan dinyatakan PTUN Padang tidak dapat diterima.
Penulis dengan tulisan ini hanya menyampaikan fakta, kepercayaan dikembalikan kepada pembaca. Mari kita menjadi warga kota yang baik yang tidak mudah mempercayai fitnah, tujuan fitnah akan menghancurkan nama baik Ramlan.
Beruntunglah Ramlan menghadapi serangan ini dengan tenang dan senyum. Dia dan pengikutnya tidak tertarik melempar fitnah. Karena mereka tahu fitnah itu lebih kecam dari pembunuhan. Jika pembunuh merupakan tindakan keji, maka tentu fitnah lebih keji dari pembunuhan. Mari kita berlindung dari godaan setan yang terkutuk, yang dengan mudahnya membuat banyak orang melempar fitnah.
Maka benarlah apa yang dikatakan Imam Syafii “Carilah pemimpin yang banyak panah-panah fitnah menuju kepada-Nya. Ikutlah mereka yang banyak difitnah, karena sesungguhnya mereka sedang berjuang dijalan benar”.
Lapau Saba, 18 November 2020,
Simpang Jirek, Jam 16.30 WIB.
Muhammad Nur Idris Sati Bagindo .