Pelaku usaha kecil, menengah dan Koperasi (UKMK) didorong untuk beralih ke produk berbahan sawit, dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor.
Selain itu, langkah ini dapat meningkatkan nilai tambah sawit Indonesia.
Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kemitraan BPDPKS, Kabul Wijayanto, mengatakan bahwa dorongan ini adalah bagian dari penguatan hilirisasi sawit.
“Selama ini kita hanya menggunakan bahan mentahnya dan tidak memprosesnya menjadi produk turunan. Akibatnya, kita tidak mendapat manfaat lebih,” katanya.
Ia menambahkan bahwa produk turunan sawit diharapkan bisa digunakan untuk kebutuhan domestik bahkan ekspor.
Salah satu fokus BPDPKS adalah mendorong UKMK batik menggunakan bahan baku sawit.
“Kenapa batik? Karena batik merupakan produk budaya Indonesia dengan kekhasan dan ciri masing-masing di setiap daerah, seperti Solo, Jogja, Pekalongan, Cirebon, Madura, bahkan Sumatera,” kata Kabul.
Saat ini, pembuatan batik banyak menggunakan lilin atau parafin impor sebagai bahan baku. Hal ini menyebabkan biaya produksi batik menjadi tinggi.
“Jika bahan baku diimpor, otomatis mahal, sehingga harga jual batik ikut terdongkrak,” jelas Kabul.
Dia mengklaim bahwa BPDPKS berupaya mendorong UKMK untuk beralih menggunakan lilin berbahan baku sawit, hasil penelitian dari kerja sama BPDPKS dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Selain lilin berbahan sawit, BPDPKS dan BRIN juga telah menghasilkan berbagai produk turunan kelapa sawit lainnya.***