Diagnosa Penyakit dengan AI Picu Pro-Kontra

Diagnosa Penyakit dengan AI Picu Pro-Kontra

Semakin banyak orang menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mengetahui penyebab penyakit atau mendiagnosis diri sendiri. Namun, meskipun AI memiliki potensi besar dalam bidang kesehatan, terdapat berbagai tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan, sehingga membuat hal ini memicu pro-kontra.

Menurut laporan Channel News Asia (CNA), fitur baru Google yang bernama AI Overviews telah menunjukkan berbagai ketidakakuratan dan jawaban aneh pada berbagai topik. Para ahli mengingatkan bahwa ketika AI digunakan untuk menjawab pertanyaan kesehatan, taruhannya sangat tinggi.

Dicky Budiman, seorang pakar kesehatan dan epidemiolog, menilai bahwa perkembangan teknologi di dunia kesehatan tidak bisa dihindari, namun AI tidak bisa menggantikan peran manusia sepenuhnya.

“AI bisa memperkuat kepintaran manusia, namun tidak menggantikan. Posisi manusia tetap tidak bisa diganti secara emosional dan analisa komprehensif yang tidak bisa diberikan oleh komputer atau AI,” ujarnya.

Dicky juga menekankan pentingnya literasi masyarakat dalam menggunakan AI untuk kesehatan. Ia menyatakan bahwa AI bisa memudahkan pekerjaan jika digunakan sebagai alat untuk mendapatkan informasi awal tentang kesehatan, tetapi tidak untuk menggantikan diagnosis komprehensif dari dokter.

“Pemeriksaan penyakit bukan hanya bicara tentang yang dirasakan, tetapi perlu ada pemeriksaan fisik dan mental yang ditunjang dengan laboratorium,” tambahnya.

Dicky mengimbau pemerintah untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait penggunaan AI dalam kesehatan. “Walaupun secara teoritis AI mungkin bisa memberikan jawaban yang benar, dalam praktiknya di dunia nyata akan berbeda,” katanya.

Bagaimana Respon Kementerian Kesehatan?

Dalam sebuah diskusi dengan Google di awal Juni 2024, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa AI sangat membantu dan akan membawa perubahan signifikan bagi peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia.

“Saya percaya bahwa teknologi terus berkembang, yang pada akhirnya juga akan mengubah humanitas,” ujarnya dalam acara “Google AI untuk Indonesia Emas” di Jakarta, dilansir dari Bloomberg Technoz, Kamis, 13 Juni 2024.

Menkes menjelaskan bahwa penggunaan teknologi AI di bidang kesehatan akan memberikan dukungan yang lebih akurat.

Mengingat kompleksitas tubuh manusia dengan lebih dari 30 juta gen, 87 miliar neuron, 300 triliun sel, dan 37 triliun microbiome yang saling terhubung, metode empirik tradisional tidak lagi memadai. “AI harus digunakan secara maksimal untuk memahami sistem tubuh secara ilmiah,” katanya.

Teknologi dalam kesehatan telah berkembang pesat, dari elektrokardiografi hingga CT Scan, dan kini pemeriksaan gen untuk mendeteksi mutasi yang dapat menyebabkan penyakit jantung. “Teknologi AI akan mengubah sektor kesehatan secara besar-besaran,” tutup Menkes.***

2024-06-13
x

Check Also

Sudah 1.000 Kasus Terinfeksi, Heboh Wabah Bakteri Pemakan Daging STSS di Jepang

Jepang saat ini menghadapi wabah bakteri pemakan daging yang dikenal sebagai Sindrom Toksik Syok Streptokokus (STSS). Otoritas kesehatan setempat telah melaporkan hampir 1.000 kasus infeksi, ...

Exit mobile version