BUKITTINGGIPOS.COM, BY PASS –Pedagang dari berbagai sentral pasar kota Bukittinggi berdialog, menyampaikan permasalahan yang dihadapi pedagang selama ini kepada tiga fraksi yang ada di DPRD Bukittinggi. Ketiga fraksi berasal dari partai Gerindra, PKS dan partai Golkar.
“Pertemuan dengan masyarakat pedagang kota Bukittinggi ini lahir dari hati terdalam pengurus tiga partai yang ada di DPRD, Pedagang dapat menyampaikan aspirasi, permasalahan dan harapan ke depan untuk kebaikan kita bersama.”
Hal itu disampaikan H. Erman Safar, Ketua DPC Partai Gerindra Bukittinggi, dalam pertemuan dengan pedagang di Sekretariat Gerindra, Jl. Bypass Bukittinggi, Senin, ( 14/9)
Hadir dalam pertemuan pedagang Pasar Atas, Pasar Aua, Pasar Bawah, Pedagang Belakang Pasar, Pedagang K-5 Pasar Atas, Pedagang K-5 Pasar Lereng serta para pedagang K-5 khusus malam hari kawasan Pasar Atas.
Hadir Pengurus partai dan fraksi yang ada di DPRD diantaranya, Partai Gerindra dengan Ketua Fraksi Benny Yusrial serta anggota Sabirin Rachmad, Asril Bakar, M. Angga Alfarici.
Juga hadir Herman Syofyan, Ketua DPRD Bukittinggi dari Gerindra. Dari Partai Golkar hadir Jon Edwar, Ketua Golkar Bukittinggi yang juga Ketua Fraksi di DPRD dan Syafril, anggota fraksi.
Pertemuan, dialog dan mendengar aspirasi masyarakat pedagang Kota Bukittinggi dipandu Yulius Rustam, diprakarsai partai yang tergabung dalam ‘Koalisi Bukittinggi Hebat’ yang mengusung pasangan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Bukittinggi: H. Erman Safar – H. Marfendi.
Dalam dialog, para pedagang Bukittinggi meminta ketiga fraksi yang hadir memprakarsai dilakukan hak interpelasi atau hak bertanya DPRD terhadap semua kebijakan dan aturan Walikota Bukittinggi yang telah merugikan pedagang dan perekonomian kota Bukittinggi.
“Aspirasi pedagang agar DPRD menggunakan hak interpelasi sangat patut dilakukan. Fraksi Gerindra bersama PKS dan Golkar yang memprakarsainya,” ujar Dedi Dean, Ketua Pedagang Pasar Aur.
Secara prinsip, tuntutan para pedagang diterima dan akan ditindaklanjuti fraksi-fraksi dari Koalisi Bukittinggi Hebat. “Ketua DPRD yang dari Gerindra serta semua anggota fraksi, sudah mendengar dengan jelas aspirasi pedagang. Gerindra akan mengawal aspirasi ini,” ujar Erman Safar.
Masalah Pedagang, Persoalan yang dikemukakan para pedagang terkait kebijakan dan aturan Pemko Bukittinggi yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat pedagang. Kebijakan Walikota yang tidak bijak telah menimbulkan kerugian pedagang dan kenyamanan berusaha di kota Bukittinggi.
Padagang toko/kios di semua sentra pasar sejak awal 2019 dikenakan tarif retribusi yang dinaikkan sampai 600 persen. Ketetapan tarif retribusi dengan Perwako Nomor 40 dan 41 Tahun 2018.
Sementara itu Didi Dean ketua Persatyan Pedagang Pasay Aur Kuning (PPAK) mengatakan “Walikota menaikkan tarif retribusi tanpa melakukan musyawarah dengan para pedagang yang menjadi objek retribusi” pungkasnya.
Pedagang toko pemegang hak Kartu Kuning di Pasar Aur, Pasar Bawah dan sentra pasar lainnya, juga dihilangkan hak-nya untuk bisa mengalihkan toko ke pihak lain, menjadikan Kartu Kuning sebagai borog saat meminjam dana atau modal ke bank.
“Para Walikota Bukittinggi sebelum ini, sesuai Perda yang ada, Kartu Kuning toko dapat dialihtangankan, dijadikan borog. Baru Walikota sekarang yang tidak membolehkan tanpa aturan yang tertulis. Pokoknya, tidak boleh, begitu saja. Ini sangat merugikan para pemegang Kartu Kuning,” kata Dedi Dean lagi.
Hilangnya hak atas Kartu Kuning juga dialami pedagang Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi. Setelah musibah kebakaran 30 Oktober 2017 dan direhabilitasi kembali dengan dana APBN sebesar Rp292 miliar, Walikota tidak mengakui hak kartu kuning atas 763 petak toko.
Sementara itu tahun 1974 silam, pedagang Pertokoan Pasar memperoleh toko dengan membeli dengan jumlah dana Rp5 juta per petak. Pemko Bukittinggi waktu itu memberikan tanda hak pedagang atas toko berupa Kartu Kuning. Kewajiban pedagang membayar retribusi toko secara bulanan.
Kemudian Young Happy, merupakan salah seorang pemegang kartu kuning toko yang diwarisi dari orang tuanya pada saat itu mengatakan “Walikota sekarang membuat aturan baru, sistem sewa. Pedagang diharuskan menyewa toko. Kartu kuning tidak berlaku lagi. Perpres yang ditertibkan Presiden pun dilangkahi. Bahkan ada pedagang lama yang tidak mendapatkan kembali toko karena aturan sepihak Walikota” pungkasnya.
Masalah Pedagang K-5 yang sejak tahun 2017 tidak diberi peluang dan tempat berdagang oleh Pemko, sampai sekarang selalu diincar petugas Satpol PP. Ada 1000 lebih Pedagang K-5 di Bukittinggi. Setelah Pertokoan Atas diresmikan, Pemko menawarkan lokasi untuk pedagang K-5 di lantai paling atas pertokoan. Jumlah yang disediakan sekitar 200 lapak.
Beda halnya yang disampiakan Nofriandi yang pada saat itu mewakili pedagang K-5 dipasar atas menambahkan “Para pedagang kaki lima sepakat menolak. Masalahnya, hanya sebagian kecil yang bakal memperoleh lapak dengan cara diloting. Lokasinya pun di bagian atas sekali, sama saja membuat kalilima mati pelan-pelan”.
Puluhan pemilik toko di Belakang Pasar, yang kena musibah gempa tahun 2007, nasib mereka semakin terancam. Walikota sebelumnya tidak pernah mau memberi izin pembangunan pertokoan Belakang Pasar. Pimpinan kota sekarang semakin membuat cemas pemilik toko karena tanah Belakang Pasar dinyatakan secara sepihak sebagai tanah negara.
Lanjut salah seorang mewakili Pedagang Belakang Pasar Husna Misbach mengatakan “Sama dengan para pedagang Pasar Atas dan Pasar Aur, pengaduan telah kami sampaikan ke berbagai pihak dan lembaga. Dari DPRD kota sampai pusat, dari KomnasHAM sampai ombudsman. Kami, para pemilik toko Belakang Pasar akan terus berjuang mempertahankan hak” pungkasnya. (jon)