Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi adanya anomali cuaca yang akan berlangsung sepanjang tahun 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kondisi iklim tahun depan dipengaruhi oleh ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) yang diprediksi netral sepanjang tahun.
Sementara itu, fenomena La Nina lemah akan bertahan hingga awal 2025.
Menurut Dwikorita, suhu udara di wilayah Indonesia diperkirakan mengalami kenaikan antara 0,3 hingga 0,6 °C, khususnya pada periode Mei hingga Juli 2025, yang akan terasa lebih hangat dari kondisi normal.
“Wilayah yang perlu mewaspadai kenaikan suhu tinggi di antaranya adalah Sumatera bagian selatan, Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” ungkapnya.
Selain kenaikan suhu, BMKG juga memprediksi curah hujan tahunan yang sebagian besar akan berada pada kategori normal, dengan kisaran 1.000 hingga 5.000 mm per tahun.
Namun, sekitar 67 persen wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan tahunan pada kategori tinggi. Wilayah-wilayah tersebut meliputi:
•Sebagian besar Aceh
•Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Bengkulu
•Riau bagian barat, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Bangka Belitung
•Lampung bagian utara
•Banten, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah bagian barat
•Sebagian Pulau Kalimantan
•Sulawesi bagian tengah dan selatan
•Sebagian besar Kepulauan Maluku dan Papua
Di sisi lain, sebanyak 15 persen wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal, termasuk sebagian kecil wilayah Sumatera, Kalimantan Timur bagian timur, Sulawesi bagian tengah dan utara, serta NTT.
“Terdapat pula 1 persen wilayah Indonesia yang diprediksi mengalami hujan tahunan di bawah normal, meliputi sebagian kecil Sumatera Selatan bagian barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua Barat bagian utara,” tambah Dwikorita.
BMKG mengingatkan agar wilayah yang berpotensi mengalami curah hujan di bawah normal mempersiapkan langkah antisipatif, terutama untuk menghindari risiko kekeringan yang dapat berujung pada kebakaran hutan dan lahan, terutama pada puncak musim kemarau.
“Risiko kebakaran hutan tetap perlu diperhatikan pada musim kemarau meskipun curah hujan diperkirakan di atas normal pada Juli hingga September 2025. Selain itu, kewaspadaan juga diperlukan untuk mengantisipasi kenaikan suhu pada Mei hingga Juli 2025,” jelas Dwikorita.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesiagaan menghadapi potensi anomali cuaca yang diprediksi terjadi sepanjang tahun depan, baik dari aspek suhu tinggi maupun curah hujan, demi mengurangi dampak terhadap lingkungan dan masyarakat.***